TANAH AIRKU PUISI
Aku telah memilih puisi
sebagai tanah air
tempat segala peristiwa
berbaris sebagai diksi
tempat ragam masalah
gemakan rimarima
Aku telah memilih puisi
sebagai tanah air
tempat menanam rindu
serta luka paling raya
tempat mengabadikan keindahan
dan ketidakpastian
Aku telah memilih puisi
sebagai tanah air
tempat mata batin setia menyala
sampai ke relungmu
( Depok, 2 April 2013)SELAMAT PAGI, KAMU
Pada sebuah buku yang berbicara
tentang masa depan,
aku melihat wajahmu menjelma pagi
yang terbit di tiap halaman
bersama asaku
Aku dan kamu
telah dipersaudarakan oleh huruf dan kata
paragraf juga bait
kalimat-kalimat yang kadang
terlalu rumit untuk kita cerna
tapi bermukim di batin
Semangat pagi kamu
Yang terbit dan merekah dari sudut hati,
yang tersenyum serta menari
di sela sela imaji
kamu menyelinap di jemari
sebagai sepi yang selalu ditangkap puisi
Selamat pagi kamu yang menari
dan menanam cinta bersama Rumi
yang tak pernah percaya pada ilusi
dan janji janji para politisi
Setiap kali matahari terbit
berjanjilah pada diri
untuk tak membiarkan kebajikan
dikalahkan begitu saja di depan matamu
Pada setiap matahari terbit
berjanjilah untuk bangkit
dan menebar cinta
di sepanjang jalan raya hidupmu
Semangat pagi, kamu!
semangat berbagi,
semangat berdaya
dan bercahaya
(Depok, Juli 2012)RAZAN
Razan
bagaimana aku memulai kisahmu
Detak rindu yang tumbuh
dari bukit-bukit matamu
menyeruak jauh menembus dinding pulazi,
melewati perbatasan Gaza, Palestina
Razan
kilau keberanian dan ketulusan
dua puluh satu tahun di jubah putihmu
telah memperpanjang napas cinta
dunia yang kian sekarat.
Adakah yang pernah kau lakukan
selama hidupmu,
selain menolong sesama?
Tapi peluru para sniper zionis
tak pernah kenal wajah kemanusiaan
atau kebaikan.
Bengis mereka bidik
bukan hanya jantung
para pejuang tanah airmu,
namun tanpa malu mereka bantai
para bocah, jurnalis,
atau relawan medis sepertimu
Razan
apa yang harus kuucapkan tentangmu?
Aku merasakanmu
Ketika kau terkapar hari itu di Khan Younes,
aku menangis sesenggukan di kamarku
Parau memanggil manggil namamu
dalam ketidakberdayaan,
sambil mengutuk penembak itu,
Netanyahu, Trump dan entah siapa
Tiba tiba kucium aroma langit
para bidadari
Di sudut sepi,
puisi puisiku rebah berlumuran darah,
mendekap tubuhmu yang kesturi
(Depok, 3 Juni , 2018)TAHUN BARU DI NEGERI TANPA SUARA
Tahun baru tersungkur,
menangis di depan pintu rumahku
Wajahnya memar,
dihajar petasan dan prasangka
Tubuhnya limbung
dicekoki bersloki-sloki resolusi basi
Bibirnya pucat tertutup rapat
Dari matanya yang nyaris buta
berjatuhan kata-kata
Tolong, tolong! Hak asasi manusia, demokrasi, keadilan, telah hilang diculik dari almanakku!
Tapi kata jadi apa
tanpa nurani dan suara,
sementara keran-keran kekuasaan
meluapkan drama-drama
tanpa logika
Telah bertahun lalu
kata-kata tak lagi gemuruh
Ia jatuh sakit karena terlalu sering dibantai
dan dibungkam.
Orang-orang menyeret mayatnya pagi ini
bersama kisah-kisah serta puisi
yang bergelimpangan,
dan membusuk di kerongkonganmu
LELAKI DALAM RINDU ABADIKU
Suatu hari ia melintas dalam mimpiku. Aku mengejarnya
Ia melambaikan tangan, mengajakku bergegas
"Aku ingin melihatmu lebih jelas, Kekasih!" seruku,
"Aku ingin memelukmu!" Aku menangis
Ia terus berjalan bersama awan yang tak henti menaunginya
Lalu sebuah suara indah terdengar,
"Setialah melangkah bersamaku di sabilillah"
Aku terbangun,
tetapi lelaki itu tak pernah pergi dari denyutku
Sejak dahulu hingga kini tiap kata dan langkahnya
memantik cahaya di jiwa
Semesta menjalin asa dari keteduhannya
Bulan terbelah oleh kegagahan cintanya
Aku tersaruk saruk menahan rasa yang kian buncah,
dari sunnah ke sunnah, dari sirah ke sirah, dari shalawat ke shalawat
Di tiap gerak dan perjalanan rindu kusebut dan kusemat namanya:
Muhammad SAW Pahlawan utama, Kekasih Sejati Ummat,
rindu abadiku hingga surga
(Depok, April, 2013)SAFIA
Aku bukan ratu, aku raja
yang berpolitik lewat geliat sajak
dan cerita para sahaya
kepedulian yang tak pernah selesai
karena cinta mereka tak terhingga
tiga puluh lima tahun aku memerintah
padahal para petinggi mengira
aku tak akan pernah setara pria
dan Darussalam Jaya tak akan niscaya
Akulah sultan yang dipanggil Sultanah
Safia yang tak kenal selesa masa
setia menyelusuri tiap jejak
memungut tiap perih
yang ditinggalkan rakyat
di beranda hari
Aku berjalan tanpa pengawal
ke tiap lembah
sebagai perempuan biasa
kubuka pintu-pintu peradaban
kutitahkan Nurrudin Ar-raniri, Abdul Rauf Singkel,
para ulama, untuk menulis cahaya
kukirim para tokoh muda sekolah
hingga Mekkah Madinah.
Ilmu di pikiran di sanubari ditulis
jadi kitab jadi nadi umat
perpustakan negeri adalah firdaus
bagi kanak-kanak hingga para tetua
Pada masaku diumumkan 40 Qanun
undang-undang kerajaan tentang keberadaan
dan jumlah perempuan di parlemen
sedang pasukan khusus wanita kami
salah satu yang tercakap di dunia
Penuh izzah kami tetapkan aturan berniaga
dengan Inggris, Portugis, Belanda dan lainnya
Pada masa itu, tak satu pun dari rakyatku
yang sudi mendapat zakat
sebab harta, ilmu dan cinta
berlimpah ruah di lumbung kami
Maka zakat dan sedekah kami
sampai hingga Mekkah
dibawa ulama mereka Yusuf Al Qadri
Aku Safiatuddin Syah Tajul Alam
Putri Sultan Iskandar Muda
mereka memanggilku kemurnian iman,
mahkota dunia
Aku bukan ratu, aku raja
yang berpolitik lewat geliat sajak
dan cerita para sahaya
kepedulian yang tak pernah selesai
mengalir sampai kepala dan hati
ke denyut-denyut zamanmu.
(Depok, 2 April, 2011)SEKIAN, UNTUK YANG KUKIRA CINTA
“Aku tak mencintaimu,” katamu malam itu
Aku terpelanting, terjerembab
disergap ilusi dan diksi
yang pernah berhamburan
dari kedua matamu
Tercekat, tergesa
menuruni tangga tangga kisah
yang telah susah payah kususun
untuk sampai ke pelukanmu,
yang semu
Luka menjulur julurkan lidahnya
menutupi pias cahaya bulan
“Aku telah salah menafsir”
Tertatih, kutanggalkan,
kucampakkan jubah kenangan,
kuletakkan wajahmu,
tumpukan rindu, dan airmata
di tempat yang tak akan pernah
kusinggahi lagi
Di jalan raya puisi puisiku
berkecamuk, remuk,
digilas mimpi buruk,
dan sebuah akhir anyir
tentang perempuan yang mati
ditikam dongengnya sendiri
(Maret, 2018)PUISI UNTUK SEORANG IBU YANG MENDOBRAK PULAZI(Untuk Yoyoh Yusroh)
Seperti mendengar lagi namamu
dibawa angin ke berbagai benua
berdenyar di nadi-nadi waktu
Matahari yang leleh memahat langkahmu
yang tak pernah lelah
sebagai jejak cahaya
pada musim-musim airmata dan darah
Adakah ibu yang hidupnya tanpa istirah selama itu?
Mendobrak pulazipulazi yang tumbuh dari kelaliman
melipatnya dalam sapu tangan bunga
yang kau pakai
untuk mengusap keringat kanak-kanak Palestina
Hidup bagimu adalah mengabdi Illahi
dan perjuangan membahagiakan sesama
dari rumah tangga hingga ke tingkat dunia
Tak seperti yang lain, politik adalah jalan
yang kau luruskan sepenuh cinta
Kau terus menebar maslahat, Ibu
tanpa menghitung, tanpa hirau posisi di dunia
namun kau, sering tak bisa pejamkan mata
sebab resah memikirkan tempatmu kelak di akhirat
padahal engkau adalah orang yang selalu
bersandar pada Alquran
Oh ibu Indonesia, ibu Palestina, Ibu segala benua
Kau embun yang menetes di lara dunia
dalam ada dan tiada
menjelma binar kekal
di pucuk-pucuk semesta cinta…
(14 Agustus 2011)DI JURANG PUISI
I
Menampung rindu
dari hari ke haru,
Menanggung resah yang berlarian
hingga jantung,
Jarum jarum hujan
menikam mata kita
Katamu tak apa
Karena duka cuma
museum kebahagiaan
yang retak dan pecah di dada kita
II
kita pun saling meninggalkan
menanggalkan semua kenangan
yang hinggap
dan meleleh di dahi musim
sejak saat itu kutemukan diriku
yang beku, terperangkap dalam kulkas
berisi puluhan kilogram
puisi puisi setengah jadi
III
tanpa peta aku kembali ke sini:
jalan raya yang terbuat dari parasmu
Katakata canggung, waktu gugu
Bagaimana kau menerjemahkan kekosongan?
IV
Ini malam tak ada jejak
yang membaca cinta.
rindu siapa nganga
di jurang puisi?
(Februari 2013)NEGERI YANG TERBELAH
Pikiran siapa yang bertubi-tubi dikebiri
dalam kata-kata yang api
lalu kebenaran menjadi canggung, asing
dan tak lagi mudah dikenali,
Nalar siapa yang digerus berulangkali
ketika kebajikan dipersekusi
Penjaga risalah difitnah dan didiskriminasi,
pencari keadilan berduyun-duyun jadi terdakwa
dikunci di balik jeruji
O, kaki hukum yang kian pincang dan rejang
pemantik kebencian, para pendusta, koruptor, peneror
di mana mereka kau semat?
Sedang para penjilat
tumbuh sebagai musim semi
Kesalahan demi kesalahan diamini
bahkan dirayakan secara terbuka
di antara serpihan janji yang ditiup angin,
dan diskusi purba
tentang melepas mereka
yang hilang ingatan ke bilik bilik suara,
serta teriakan berisik kelompok picik
yang selalu mengaku paling toleran
Di sepanjang jalan itu kutemukan
tubuh-tubuh kita yang lama menyatu
terbelah pecah, ditebas entah apa
sementara orang orang tak dikenal
dari negeri antah berantah
terus membanjiri tanah ini,
bermimpi jadi penghuni baru sebuah negeri
yang terus membelah dirinya sendiri
(Jakarta, 2018)KALAM
Kalam manusia kalam kita
sering sekali cuma debu di piranti waktu
terkadang hanya jadi sajak kurus
yang mengendap di kantong pilu
atau menjelma merpati
terbang telusuri angkasa
hinggap di pokok-pokok
Kalam kita
sekali waktu jadi buah pikir
dan bermilyar tulisan
dengan satu masa pretensi
berjalan, kembara pada satu kala
satu peradaban
kemudian samar, pupus
jadi bunyi senyap
atau abadi
dalam lukisan semu gagap
Kalam mulia,kalam Allah
kalam langit dan bumi
diturunkan dari gemilang arsy, lauhul mahfuz
keabadian yang mengatur segala
bunga kata yang tak pernah berubah
dengannya pelangi berwarna
dan matari jadi panas
dengannya air mengalir
dan manusia bernapas
tapi dengannya pula tanah kita
bisa retak meratap
gunung-gunung berhamburan
dan manusia menjelma anai-anai
dengannya akan terjaga
ruh-ruh yang beriman
di tiap lekuk liku kehidupan
Kalamullah
sesuci-suci kalam
petunjuk cinta terpatri
di sabil hamba terpilih
(Depok 1992)BEGITULAH KISAH KITA MENUTUP MATA UNTUK SELAMA LAMANYA
Aku akan bergegas meninggalkanmu,
semua jejak, bayangan, dan gurat kenangan itu
Tak akan ada pintu, jendela atau satu celah pun
untuk kembali.
Kita mungkin hanya akan melihat
satu sama lain dari jauh
sambil menyeduh secangkir kopi
berisi mimpi masing masing
Jalan kita adalah simpang empat
yang terlalu ramai oleh harapan
dan ucapan terimakasih
"Kau terlalu baik," katamu.
Tapi kau berpura tak tahu,
bahwa cinta selalu menjadi pembuka
bagi semua jalan kebaikan
yang terjal dan mendaki itu
Di pelupuk mataku, seorang gadis,
bergelayut manja padamu
sambil melambai lambaikan hatinya
yang berwarna warni
Malam yang bimbang,
berhenti mencumbu purnama
Di baris baris kidungmu, rindu tersengal sengal
diterjang kenyataan,
lari tertatih tatih, terkapar
dan bersembunyi
di halaman halaman novel,
cerpen dan puisi
Begitulah kisah kita menutup mata
untuk selama lamanya.
(Depok, 18 Agustus 2016)
Bunda HTR yg dari sejak 1995an aku kenal, alhamdulillah bisa ketemu langsung, Bunda yg sll menginspirasiku untuk belajar dan belajar menulis walau usia sudah menginjak 45. Salam kenal dari desa di sudut kota boyolali
Bunda HTR yg dari sejak 1995an aku kenal, alhamdulillah bisa ketemu langsung, Bunda yg sll menginspirasiku untuk belajar dan belajar menulis walau usia sudah menginjak 45. Salam kenal dari desa di sudut kota boyolali