(Drama Satu Babak )
Seorang LELAKI TUA dengan langkah tertatih-tatih memasuki sebuah kota. Wajahnya kusut, matanya liar, dan pakaiannya kumal. Beberapa orang yang berpapasan dengannya segera menyingkir.
Di suatu tempat, di bawah sebuah pohon setua dirinya, lelaki itu tersungkur. Perlahan ia mencoba bangkit dan kembali memandangi orang yang lalu-lalang di kota itu.
LELAKI TUA :
(MENGIBA, MENGULANG-ULANG PERKATAANNYA) Tolong…! Tolonglah aku! Tolong…!
DUA LELAKI MUDA MELINTAS DI HADAPANNYA. MEMANDANG SEKILAS KEMUDIAN MENGHAMPIRINYA. LELAKI ITU TERUS MERINTIH-RINTIH. BEBERAPA ORANG LEWAT BEGITU SAJA TANPA PEDULI.
LELAKI 1:
(MEMEGANG TANGAN, MEMBIMBING LELAKI TUA ITU BANGKIT) Ada apa, Pak? Ada apa?
LELAKI 2:
(PRIHATIN) Ya, apa ada yang bisa kami bantu?
LELAKI TUA:
Tolonglah saya. Tolong! Saya…saya mencari sesuatu yang telah tak ada lagi di kota kami.
DUA LELAKI MUDA ITU SALING BERPANDANGAN HERAN.
LELAKI 1:
Sesuatu yang tak ada lagi di kota bapak?
LELAKI TUA:
(MANGGUT-MANGGUT, SEDIH) Ya…, aku mencari sesuatu yang sangat berharga, yang tiba-tiba saja tercerabut dari wajah semua orang di kota kami.
LELAKI 1 dan LELAKI 2:
Apa itu…?
LELAKI TUA:
(MENERAWANG PENUH HARAP) Sebuah senyuman.
LELAKI 1 dan LELAKI 2:
(BERSAMAAN) Senyuman?
LELAKI 1:
Aneh. Bapak bilang bapak mencari sebuah senyuman. Apa saya tidak salah dengar?
LELAKI TUA:
(MENGGELENG-GELENGKAN KEPALA) Ya, aku sudah berjalan begitu jauh, untuk mencari sebuah senyuman.
LELAKI 2:
Jangan bergurau! Semua manusia diciptakan dengan wajah. Di dalam wajah kita, ada bibir yang bisa digerakkan begini, begini dan begitu. (MENGGERAKKAN BIBIRNYA KE DEPAN, KE SAMPING DAN SEBAGAINYA DENGAN KESAL)
LELAKI 1:
Ya, bahkan orang segila apapun masih memiliki senyuman. Aku benar-benar tak mengerti.
LELAKI TUA:
(SEWOT) Kalau begitu kalian menganggapku lebih dari gila!? Dengar, aku tidak mengada-ada! Semua orang di kotaku sudah tak bisa lagi tersenyum! Titik!
LELAKI 1 DAN LELAKI 2 SALING BERPANDANGAN KEMBALI.
LELAKI 1:
(MENARIK NAPAS PANJANG, MENGGARUK-GARUK KEPALA YANG TAK GATAL)Baiklah. Sesuatu terjadi tentu ada sebabnya. Mungkin aku pun telah gila, tetapi aku ingin tahu hal apa yang menyebabkan penduduk di kota kalian tak bisa tersenyum?
LELAKI 2:
(MENGEJEK) Ya, apa ada orang-orang yang berkeliaran dan menjahit semua bibir penduduk di kotamu, sehingga mereka tak bisa lagi tersenyum atau membuka mulut untuk tertawa?
LELAKI TUA:
(MENGGELENG SERIUS) Tidak. Bahkan jahitan-jahitan di mulut kami telah dilepaskan. Dulu memang penduduk kota kami tidak bisa bicara, kecuali (MENCONTOHKAN) Hm…hm… (MENGANGGUK-ANGGUK) tetapi kini, setelah jahitan-jahitan dilepaskan dari bibir kami, entah mengapa bibir kami menjadi kebas. Kami bebas berkata-kata tetapi tak bisa lagi tersenyum. Bahkan, bila kami mencoba untuk tertawa yang keluar adalah amarah, tangisan dan airmata.…
LELAKI 2:
Aku tak mengerti. Aku benar-benar tak mengerti. Lebih baik aku pergi daripada mendengarkan celotehan orang gila ini! (KESAL DAN BERBALIK AKAN PERGI)
LELAKI 1:
(MENGEJAR LELAKI 2 YANG BERGEGAS PERGI) Tunggu, teman! Tetapi…kurasa, entahlah…, ia datang dari jauh, mungkin ia mengatakan yang sebenarnya, dan mungkin kita bisa kita menolongnya.
LELAKI 2:
(CEMBERUT) Menolong? Bagaimana menolong orang gila ini?
LELAKI 1 BERGEGAS MENGHAMPIRI LELAKI TUA ITU.
LELAKI 1:
Katamu seluruh penduduk di kotamu tak dapat lagi tersenyum?
LELAKI TUA:
(MANGGUT-MANGGUT) Ya…, ya….
LELAKI 1:
Berarti kau juga?
LELAKI TUA:
(MANGGUT-MANGGUT LAGI) Tentu saja!
LELAKI 1 BERGEGAS KEMBALI MENGHAMPIRI LELAKI 2. WAJAHNYA LEBIH CERAH.
LELAKI 1:
Dengar, lelaki tua itu mengaku bernasib sama dengan seluruh penduduk di kotanya! Ia juga tak bisa tersenyum! Tugas kita adalah menolongnya agar ia bisa tersenyum lagi! Nah, setelah ia bisa tersenyum kembali, mungkin hal ini akan berpengaruh pada para penduduk kota itu.
LELAKI 2:
(BENGONG) Jadi…kita harus membuatnya tersenyum?
LELAKI 1:
Ya, tunggulah sebentar di sini. Aku akan menyuruh orang membawa makanan dan minuman yang enak untuknya. Siapa tahu ia akan tersenyum.
LELAKI 2:
(SETUJU, YAKIN) Tentu saja, ia akan tersenyum dan berterima kasih pada kita.
LELAKI 1 MENINGGALKAN TEMPAT ITU.
LELAKI 2 SESEKALI MEMPERHATIKAN SI LELAKI TUA. WAJAH LELAKI TUA ITU KERAS, DINGIN, DAN PENUH CURIGA.
TAK LAMA, LELAKI 1 KEMBALI BERSAMA SEORANG LELAKI LAIN BERGAYA GENIT (LELAKI 3 ) YANG MEMBAWA BAKI PENUH BERISI MAKANAN DAN MINUMAN YANG ENAK. MEREKA MELETAKKAN NAMPAN BESAR ITU DI HADAPAN SI LELAKI TUA.
LELAKI 1:
Ini kubawakan makanan dan minuman lezat. Nikmati dan tersenyumlah.
LELAKI TUA:
(MEMAKAN MAKANAN DAN MINUMAN ITU DENGAN RAKUS) Terimakasih….
LELAKI 2:
(MENGHAMPIRI, GUSAR) Mengapa kau tak mengucapkan terimakasih sambil tersenyum pada kami?
LELAKI TUA:
Sudah kukatakan, aku tak bisa tersenyum!
LELAKI 1,2,3 SALING BERPANDANGAN.
LELAKI 2:
Aku akan menggelitik kakinya. Biasanya bila digelitik, orang pasti akan tertawa!
LELAKI 1 :
Ya, ya…, ide yang bagus!
LELAKI 3:
(BINDENG) Aih, ike juga setuju!
LELAKI 2 SEGERA MENGGELITIK KAKI LELAKI TUA ITU, TETAPI TAK ADA REAKSI. IA MENGGELITIK SEKUJUR BADAN ORANGTUA ITU. SIA-SIA. LELAKI TUA TERSEBUT TAK JUGA TERTAWA. AKHIRNYA LELAKI 1,2,3 MENGGELITIK SEKUJUR BADANNYA SECARA BERSAMAAN.
LELAKI TUA:
Aduh…aduh, sakit! Aduh perih! A…duh! (MENGERANG)
LELAKI 1,2,3:
(TERKEJUT, MENGHENTIKAN TINDAKAN MEREKA) Sakit? Perih?
LELAKI 2:
Mengapa kau tak tersenyum? Seharusnya kau tertawa! Orang akan tertawa bila kegelian!
LELAKI TUA:
(MELOTOT) Aku tidak bisa, tahu! Bodoh! Bukankah sudah kukatakan sejak tadi, aku tak bisa lagi tersenyum. Jadi berhentilah melakukan hal yang konyol! Tolong aku, anak muda!
LELAKI 1,2,3 BERPANDANGAN KEHERANAN.
LELAKI 1:
(BANGKIT) Sebentar, aku punya akal! (PERGI)
LELAKI 2 DAN 3 BANGKIT SAMBIL MEMANDANG LELAKI TUA ITU SEBAL. MEREKA BOLAK-BALIK DI HADAPAN LELAKI TUA ITU SAMBIL MEMIKIRKAN CARA MEMBUATNYA TERSENYUM. SESEKALI LELAKI 2 NYENGIR KUDA MELIHAT GAYA LELAKI 3 YANG CENTIL. TETAPI LELAKI TUA ITU HANYA BERGEMING.
LELAKI 3:
(BINDENG, BERLARI GEMBIRA MENGHAMPIRI LELAKI TUA ITU) Aih, aku punya dollar! (menghitung lalu mengibas-ngibaskan lembaran dollar di tangannya seolah kipas) Lumayan banyak! Kau mau? Ambillah? Nih, ini! Semua menjadi milikmu!
LELAKI TUA:
Untukku? Semua? Boleh. (MEMASUKKAN SEMUA DOLLAR KE SAKUNYA).
LELAKI 3 :
(BENGONG, BINDENG) Mana ucapan terima kasihmu?
LELAKI TUA:
(DATAR) Terimakasih.
LELAKI 3:
(KESAL, BINDENG) Dimana-mana, orang itu kalau dikasih bantuan, apalagi uang, matanya berbinar-binar, hati menjadi girang dan ia akan tersenyum bahkan tertawa. Bagaimana sih? Ih benar-benar bikin ike bingung bin sewot!
LELAKI TUA:
(CEMBERUT) Ngasih kok nggak ikhlas. Sudahlah, tolong saja aku dan para penduduk kota agar bisa tersenyum kembali….
LELAKI 2 dan 3:
(KESAL) Huh!
TIBA-TIBA, LELAKI 1 DATANG DENGAN RIANG. IA MEMBAWA SEORANG PENYANYI CANTIK DAN DUA LELAKI YANG MEMBAWA GITAR (LELAKI 4 DAN 5). LELAKI 2 DAN 3 TAMPAK SANGAT GEMBIRA, SEPARUH HISTERIS MENYAMBUT KEDATANGAN MEREKA.
LELAKI 3:
Haduuuuuuh, Ayu Tong Tong! Akhirnya kamu pulang juga ke kota kita, setelah menjadi penyanyi yang sangat terkenal…dan ini para Om ganteng, pasti pemain musiknya…
LELAKI 1:
Kebetulan, tadi Ayu Tong Tong saya lihat lagi muter-muter mencari alamat yang diduga palsu. Jadi ya saya bawa saja kemari. Siapa tahu bisa menghibur bapak tua itu….
LELAKI 2:
Dahsyat! Dia pasti akan tersenyum gembira dan berterima kasih pada kita. Kamu, sungguh baik hati, Ayu Tong Tong, mau mampir kemari.
AYU TONGTONG:
(MELIHAT-LIHAT SEKITAR) Ya, kurasa alamatnya bukan di sini juga. Tapi tak apa, kami bisa sekalian istirahat, sebelum mencari alamat palsu itu (KEPADA LELAKI 4 DAN 5) : Ga apa ya, Bang. Kita di sini dulu….
LELAKI 4 DAN 5 MENGANGGUK. LELAKI TUA MELIRIK MEREKA INGIN TAHU.
LELAKI 1:
Kamu akan mendapat pahala yang banyak Ayu, kalau bisa membuat orang lain gembira. Bisakah kamu menyanyi sekarang?
AYU TONGTONG:
Menyanyi? Ow dengan senang hati. Nyanyian tentang mencari…alamat…?
LELAKI TUA:
(MEMOTONG) Bukan mencari alamat, tapi mencari senyum. Dan bukan senyuman palsu! Apa kamu bisa?
AYU TONGTONG BERDIRI, MEMBERI KODE PADA LELAKI 4 DAN LELAKI 5 UNTUK MEMAINKAN GITARNYA. TAK LAMA IA MENYANYI SAMBIL BERUSAHA MEMBUAT SEMUA TERSENYUM.
AYU TONGTONG:
(MENYANYI)Ke…mana…kemana…kucari…alamat. Eh salah, senyuman….kemana kemana…kucari…senyuman….
SEMUA BERJOGET MENGIKUTI IRAMA SAMBIL TERSENYUM DAN TERTAWA. LELAKI 3 TAMPAK PALING LUWES, TERUS MENARI. SEMUA GEMBIRA. MEREKA MENCOBA MENGAJAK LELAKI TUA AGAR BERJOGET. TETAPI LELAKI TUA MENOLAK.
TAPI TAK BERAPA LAMA KEMUDIAN LELAKI TUA TAMPAK KESAL DAN GUSAR.
LELAKI TUA:
(BERTERIAK) Berhentiiiiiii! Berhentiiiii! (TERBATUK-BATUK)
MUSIK MASIH TERDENGAR SAMPAI KEMUDIAN LELAKI 1 TURUT MENYURUH YANG LAIN BERHENTI. SEMUA HERAN. LELAKI TUA MASIH TERBATUK-BATUK.
LELAKI TUA:
Kalian ini…sudahlah, hentikan saja. Aku tak akan tersenyum mendengar semua ini! Pergilah ke tempat lain yang butuh hiburan. Jangan menghiburku. Kupingku sakit dan batinku semakin perih….
SEMUA BERPANDANGAN.
AYU TONGTONG :
(TERSINGGUNG) Loh kok malah menghina saya? Bayaran saya itu perjam-nya bisa puluhan juta. Ini dihibur gratis malah bilang kuping sakit. Dasar kakek tua tak tahu diri!
LELAKI 1:
Maaf loh Jeng Ayu. Sungguh kami sendiri juga tak mengerti…
AYU TONGTONG:
(KEPADA LELAKI 4 DAN LELAKI 5) Ayo kita ke tempat lain saja. Lagipula kita masih harus mencari alamat yang benar. Kita benar-benar salah alamat berada di sini! (GUSAR).
AYU TONGTONG, LELAKI 4 DAN LELAKI 5 MENINGGALKAN PANGGUNG DENGAN WAJAH CEMBERUT. LELAKI 1, 2 DAN 3 MERASA TAK ENAK.
LELAKI 3:
Aiiiih, ike sudah ga tahan. Lebih baik kita tinggalkan saja Pak Tua itu di sini.
LELAKI 2:
Ya, lebih baik aku juga pulang.
LELAKI 1:
(MENCOBA MENENANGKAN) Jangan begitu, kawan…
LELAKI 3:
Masak cuma gara-gara senyuman, kita jadi hampir gila begini? Hiks….
LELAKI 1:
Sabar. Aku tahu kalian berdua orang baik. Aku yakin sebentar lagi usaha kita membuat dia tersenyum akan berhasil!
LELAKI 2:
Tapi bagaimana caranya??
LELAKI 1, 2 DAN 3 SEPERTI BERDISKUSI DI UJUNG PANGGUNG. DI SISI YANG LAIN LELAKI TUA MENCOBA UNTUK MEREBAHKAN BADAN, ISTIRAHAT.
LELAKI TUA:
Betapa lelahnya…oh…andai aku bisa tidur sambil tersenyum. Ya…Tuhan…aku takut aku mati sebelum bisa tersenyum kembaliii!
TAK LAMA TIBA-TIBA LELAKI 1 KEMBALI PERGI, DIIRINGI TATAP LELAKI 3. LELAKI 2 TERUS MENGAWASI LELAKI TUA.
LELAKI 3:
Mau bobo, Pak Tua? Kan masih sore…
LELAKI TUA:
Aku pasti tak akan bisa tidur. Meski aku sangat ingin bermimpi dan berharap dalam mimpi itu aku bisa tersenyum bahkan tertawa.
LELAKI 2:
Lalu?
LELAKI TUA:
Tak ada lalu. Dalam mimpi pun aku tak bisa tersenyum. Percuma. Aku hanya merebahkan badan. Ah, bagaimana aku bisa tertidur sedangkan aku belum juga dapat mengembalikan senyuman itu pada wajahku dan wajah para penduduk di kotaku…
LELAKI 3:
Galau dicari sendiri sih…tinggal gerakin bibir, monyongin mulut, selesai deh semua masalah…
HENING. SEMUA MENGISI WAKTU SENDIRI.
TIBA-TIBA SEMUA DIKAGETKAN DENGAN SUARA GENDANG YANG RAMAI. LELAKI 1 DATANG KEMBALI BERSAMA SEORANG BADUT YANG LUCU SEKALI. BADUT ITU MENARI-NARI, MENGGERAKKAN KEPALANYA KE KANAN DAN KE KIRI. SANG BADUT MENGITARI LELAKI TUA DAN MENCOBA TERUS MENGHIBURNYA.
BADUT:
(JENAKA) Apa kabar, Pak Tua? Tralala trilili, aku pelucu, penghibur semua orang (TERTAWA-TAWA), janganlah sedih, apalagi takut! (MEMAMERKAN BERBAGAI AKSI LUCU)
LELAKI TUA BANGUN DARI POSISI REBAHAN, TERDUDUK, MEMANDANG BADUT DI HADAPANNYA TAK PERCAYA. LELAKI 1,2,3 TERTAWA DAN BERTEPUK TANGAN MELIHAT BERBAGAI AKSI BADUT. LELAKI TUA ITU MENATAP SANG BADUT AGAK LAMA, LALU DILUAR DUGAAN, IA MALAH MENANGIS. LAMBAT LAUN TANGISAN ITU BERUBAH ISAKAN YANG SEMAKIN KENCANG. LELAKI 1,2,3 DAN BADUT KEHERANAN.
LELAKI TUA:
(MENANGIS, SEDIH SEKALI) Mengapa harus ada orang sepertimu? (MENUNJUK-NUNJUK BADUT) Setelah tiga puluh dua tahun kepedihan ini kau muncul dengan konyolnya.
LELAKI 3:
Aih, apa maksudmu, Pak Tua?
LELAKI 1:
Ya, bukankah seharusnya badut dapat membuat orang tersenyum dan tertawa?
LELAKI TUA:
(MENANGIS DENGAN LEBIH KERAS) Sungguh, aku telah melihat badut-badut bermunculan tahun ini di sepanjang jalan di kota kami. Seolah mereka adalah pemimpin atau pahlawan yang bisa mengurangi derita dan membuat kami menyunggingkan senyuman. (MENCOBA MENGUASAI DIRI DAN BERHENTI MENANGIS) Dengar! Kami hanya bisa menertawakanmu dalam kegetiran terpencil di sudut sanubari kami. Kalian tak bisa membodohi kami. Sebab kalian cuma badut! Bahkan bila kalian mengenakan jas, dasi atau sorban sekali pun! Senyumku bukan untuk orang seperti kalian!
LELAKI 2:
Oh, Tuhan! Aku tak mengerti! Ia malah marah!
BADUT:
(KESAL) Dasar aneh. Ya, sudah. Lebih baik aku pergi.
LELAKI 1 DAN 2 BERPANDANGAN BINGUNG SAMBIL MENGGELENGKAN KEPALA. LELAKI 3 MENGHAMPIRI BADUT.
LELAKI 3:
Aih, Om Badut jangan pergi dulu dong. Coba keluarkan atraksi yang lain. Boleh juga sih kita bernyanyi dan menari bersama (MENGGANDENG LENGAN BADUT)
LELAKI 1,2 SETUJU. LELAKI TUA TAK PEDULI. WAJAHNYA MASIH SEDIH.
BADUT DAN LELAKI 3 BERAKSI. MEREKA BERNYANYI DAN MENARI. BERBAGAI JENIS LAGU DAN TARIAN MEREKA BAWAKAN (DANGDUT, JAZZ, SERIOSA, LAGU LAMA, LAGU BARU, LAGU ANAK-ANAK, DISKO, FLAMENGO, LAGU INDIA, SEMUANYA). LELAKI 1, 2 TERTAWA GEMBIRA, LAMA KELAMAAN TURUT MENARI DAN BERNYANYI, NAMUN LELAKI TUA MALAH KEMBALI MENANGIS, KIAN TERISAK-ISAK.
LELAKI TUA :
(BERTERIAK) Hentikaaaan! Berhentiiii! Berhentiii!
LELAKI 1,2,3 DAN BADUT TERKEJUT. LELAKI TUA AGAK TERHUYUNG BERJALAN MENAHAN RASA MUALNYA. TAK LAMA KEMUDIAN IA PUN MUNTAH.
LELAKI 1,2,3:
Hah? Muntah??
BADUT:
(SEDIH, KESAL, MARAH, NYARIS MENANGIS) Belum ada orang yang mual apalagi muntah melihatku. Ini penghinaan! Penghinaan! Hei lelaki tua, kau bisa kutuntut ke pengadilan! Ya, ke pengadilan! Ini pencemaran nama baik! Ini penghinaan besar!
LELAKI 1:
(MEREDAKAN) Sudahlah, sudah. Lelaki tua itu kan orang aneh. Jadi reaksinya dalam menghadapi dan melihat sesuatu juga aneh. Lihat kami, kami tertawa-tawa menyaksikanmu. Kau hebat!
LELAKI 2,3 SETUJU. MEREKA MENGHIBUR BADUT.
BADUT :
Sudahlah, aku pergi dulu. Masak malah aku yang kalian hibur? Menghibur itu kan tugasku….
LELAKI 3:
Tidak apa sesekali. Eh, tetap ceria dong, Om Badut… (MENGEDIPKAN MATANYA GENIT)
LELAKI 1, 2,3 MENYALAMI BADUT DAN MENGUCAPKAN TERIMAKASIH. LELAKI 3 DENGAN CENTIL MELAMBAI-LAMBAIKAN TANGANNYA PADA SANG BADUT.
LELAKI 3:
Aih, daaag, Om Badut!
BADUT MELAMBAI DENGAN SEDIH, KE LUAR PANGGUNG. SAMAR TERDENGAR TANGISNYA KARENA GAGAL MENGHIBUR.
LELAKI 3:
Wah gawat, Om Badut nangis….
LELAKI 2:
Yaaa! Ia menangis! Ini gila!
LELAKI 1:
Heran yang rasanya sukar untuk diselesaikan…
SURAM. SEMUA SEOLAH TERMENUNG SESAAT.
LELAKI TUA:
(BERJALAN, MENCARI, MENDAMBA) Senyuman…, di mana senyuman itu? Aku ingin membawa berjuta senyuman kembali ke kota kami…, senyuman… mana senyuman itu? Kehidupan kota kami bagai mati tanpa senyuman…. (MERINTIH SEDIH)
HENING
LELAKI 1:
(BERTERIAK) Pak Tua! Hei, Pak Tua! Sebenarnya siapakah yang mengambil semua senyuman dari kota kalian!?
LELAKI 2:
Ya! Itu yang belum kau ceritakan pada kami!
LELAKI TUA:
(MENGERNYITKAN KENING, MENGGELENGKAN KEPALA, MENERAWANG) Aku tidak begitu pasti. Mereka para koruptor. Mereka para penjarah.
LELAKI 2:
Koruptor? Penjarah? Apa yang mereka jarah?
LELAKI TUA:
Apa saja. Harta, kedudukan, kehormatan. Mereka menjarah beras, gula, perempuan, bahkan pemimpin kami! Mereka membakar dan membuat onar. Memaksa kami menggigil karena takut dan lapar, setiap malam dan siang. Mereka bermain-main dengan darah dan bom, lalu tiba-tiba para orang baik di kota kami mati. Kemudian tak ada lagi senyum yang bisa kami temukan. Semua senyum mereka rampas, untuk mereka bagikan pada orang-orang gila yang kini berkeliaran di kota kami….
LELAKI 1:
Orang gila?
LELAKI TUA:
Ya, dan celakanya, para penjarah serta orang-orang gila itu kini menjadi orang-orang penting bahkan pemimpin di kota kami! Catat ya: PEMIMPIN! (Mau menangis).
LELAKI 1 DAN 2 SALING BERPANDANGAN, MASIH BELUM MENGERTI.
LELAKI 3:
Idiiiiiih, syerem banget ceritanya. Jangan-jangan itu orang gila nanti sampai di sini. Dan kalau mereka sudah tiba di sini, ike bisa ikut-ikutan cengengesan ketawa ketiwi sendiri lagi. Uh cerita yang so unbelievable, bikin sebel! (MENGUSAP KERINGAT DAN MERAPIKAN PENAMPILANNYA)
HENING LAGI.
TIBA-TIBA TERDENGAR SUARA HIRUK-PIKUK. SEMUA MENCARI ARAH DATANGNYA SUARA DAN TERKEJUT MELIHAT BANYAK ORANG MENUJU KE ARAH MEREKA. WAJAH ORANG-ORANG ITU SEPERTI MENCARI SESUATU. LELAKI 1 SEGERA MENGHAMPIRI SALAH SEORANG DIANTARA MEREKA.
LELAKI 1:
Siapa kalian? Dari mana dan hendak kemana?
ORANG 1:
Kami mencari orang-orang yang bercahaya.
LELAKI 2:
(MENGHAMPIRI) Orang-orang yang bercahaya? Apa maksudmu?
ORANG 1:
Kami telah kehilangan senyuman. Hanya orang-orang bercahaya yang bisa mengembalikan senyum kami.
LELAKI TUA :
(TERSENTAK, TERGOPOH-GOPOH) Jadi kalian juga seperti aku? Hidup tanpa senyuman?
ORANG-ORANG ITU MENGANGGUK-ANGGUK.
LELAKI TUA :
Dan hanya orang-orang yang bercahaya, yang bisa membuat kita kembali tersenyum?
ORANG 1:
(MENGANGGUK, PASTI) Ya.
LELAKI 2:
Siapa mereka? Siapa? Di mana mereka?
ORANG 1:
Entahlah. Kita bisa jelas mengetahui, ketika kita melangkah di jalan cahaya….
LELAKI TUA :
Melangkah di jalan cahaya?
ORANG 1:
Ya, melangkah di jalan cahaya!
ORANG-ORANG ITU MENGANGGUK LAGI DAN SEGERA BERLALU DARI HADAPAN MEREKA. TIBA-TIBA LELAKI TUA MENYUSUL. IA BERLARI KE ARAH ORANG-ORANG ITU.
LELAKI TUA :
Aku ikut! Cahaya! Cahaya! (BERLARI MENINGGALKAN KETIGA LELAKI YANG TAMPAK BINGUNG)
LELAKI 3:
Aih, masak sih senyuman begitu susah dicari. Sampai harus menuju cahaya segala. Lihat nih (PADA LELAKI 2), senyumku manis ku…
LELAKI 2:
(MELOMPAT, TERBELALAK) Itu bukan senyuman! (PADA LELAKI 1) Teman, lihatlah, seringainya! Menyeramkan!
LELAKI 3:
(BINGUNG, MENCOBA TERSENYUM, TETAPI YANG TAMPAK SERINGAI YANG MENGERIKAN) Ini senyumku…senyumku yang manis…lihat yang benar dong…
LELAKI 1:
Benar! Kkkau menakuti kami! Seharusnya kau tersenyum. Bukan menyeringai. Nah lihat senyumku, ini.…
LELAKI 3:
(TAKUT) Aih, tolong!! Senyummu membuatku takut! Toloooong! (LARI MENINGGALKAN LELAKI 1 DAN LELAKI 2)
LELAKI 2:
Berhenti tersenyum! Kau juga menyeramkan. Nah, lihat senyumku (MENCOBA TERSENYUM, TETAPI KAKU) A…apa yang terjadi…, a…aku tak bisa tersenyum….”
LELAKI 1:
(MEMEGANG BIBIRNYA) A…aku juga…,mengapa bisa begini? Apa yang…sebenarnya terjadi?
PANIK.
LELAKI 1 DAN 2:
(SEDIH, BINGUNG) Senyuman…, di mana senyuman? (MENCARI, MELANGKAH TAK TENTU ARAH) Cahaya…, cahaya… di mana cahaya? Senyuman…senyuman… di mana senyuman…? Cahayaaaa!?? Senyumaaaann!? Senyumaaaan!? Cahayaaaa!? Toloooooong! (HISTERIS, PANIK) Tolooooong! Tolooooong! Kami tak bisa tersenyuuuuum! Senyumaaaaaaaaaan!? Tolooooooong! Toloooong!
(Helvy Tiana Rosa, Jakarta 1998, revisi kecil 2011)
Keterangan Foto: Pementasan Teater Hitam “Mencari Senyuman” di UNJ dalam rangkaian Festival Teater Sastra Indonesia
FIESTA I, tahun 2008