Aku menyebutnya lelaki semesta. Ialah kesejukan itu. Di matanya aku melihat telaga tempat segala berada, juga kebenaran. Kedua tangannya selalu terbuka untuk menyambut dan menghibur mereka yang datang membawa duka. Bibirnya selalu tersenyum dan kau akan mendengar nada-nada indah setiap kali ia menyebut kuasa Illahi. Parasnya biasa namun kewibawaan terpancar dari keluasan hati dan pandangannya. Sejak dulu jubah putihnya senantiasa berkibar ditiup sepoi angin saat ia berjalan mengelilingi desa. Ia memelihara janggutnya yang sekepalan tangan itu dengan rapi. Setiap bersama-sama menghadap Allah di surau, aku mendengar suaranya bergetar memimpin jamaah. Saat usai shalat tak pernah mata dan janggutnya tak basah.
Tag Archives: karya
Darahitam
Ini adalah sebuah cerpen yang saya tulis saat terjadi Tragedi Sampit 2001. Sudah lama, ya? Namun tetap relevan hingga sekarang. Semoga cerpen ini bisa membawa hikmah bagi kita bahwa kebersamaan dalam keberanekaan adalah kekayaan dan berkah bagi bangsa ini. Salam cinta.
Cut Vi
Aku ingin menjadi istrimu, tulis gadis itu.
Kulipat kembali surat itu. Surat yang telah kusam karena telah terlalu sering kubaca. Bahkan aku masih hafal semua kalimat dalam kertas biru itu. Aku percaya pada apa yang kulakukan dan tak peduli bila terkesan aku yang melamarmu. Lagi pula apa salahnya meminta pria berbudi menjadi suami? Maka, Agam, sudikah?
Pernyataan Tentang Puisi
Satu-satunya yang tak akan pernah
memisahkan kita
dari apapun
adalah puisi
bahkan saat kau pergi,
aku tetap bertahan
di larik yang kau cabik
Puisi adalah caraku
membingkaimu dalam sunyi
(Helvy Tiana Rosa, Depok 2012)
Ket foto: Dramatisasi Puisi oleh Helvy oleh Bengkel Sastra UNJ (Jakarta)
Pertemuan di Taman Hening
Tamparan berkali-kali dari lelaki itu membuat tubuh Sih terhuyung-huyung. Perempuan itu jatuh terduduk di sudut kamar, setelah pelipisnya terbentur ujung lemari kayu yang lancip. Darah menetes dari sana, juga dari bibirnya yang seakan pecah.
Musikalisasi Puisi Helvy “Sajak Februari” Oleh Mira Julia
1
cinta adalah rasa
yang kuucap dalam setiap desah
dan cuaca
tak sampai-sampai getarnya padamu
Perjumpaan Malam itu dengan Kartini
Ibu
Fotomu telah berulangkali dicetak untuk dipajang di pigura zaman negeri ini
Sejak Snouck Hugronje, Abendanon dan Estelle dari negeri merah putih biru
berilusi tentang gelap yang jadi terang, kami digiring percaya
hingga ujung-ujung kebayamu
klik selanjutnya
Lelaki Kabut dan Boneka
Lelaki itu tiada mempunyai wajah yang tetap, tetapi sebenarnya ia ada. Ia selalu bersembunyi di balik rerimbunan kalimat yang dibuat di jalan-jalan sejarah. Ia mengamati langit, bumi, matahari, rembulan, kepekatan dan darah dari balik gumpalan kabut yang diciptanya sendiri.
“Siapakah… lelaki… itu? Di… di… mana… dia?”
Orang-orang bertanya-tanya. Mengeluarkan suara gagap dengan tubuh meremang gemetar. Wajah mereka pasi, serupa lilin-lilin di keheningan musim dingin. Ya, mereka merasakan keberadaannya, tetapi mereka tak yakin ia benar-benar ada. O, adakah lelaki yang bertahan hidup di balik kabut selama itu? Dan sang lelaki, hanya ia sendiri yang mengetahui bahwa ia sungguh ada.
Mendambakan Lupa
Angin yang merintih di jalan setapak itu
tak pernah istirah
mengirim bau tubuhmu yang laut
dalam riuh dalam hening
saat lampu-lampu dinyalakan
atau dimatikan
klik selanjutnya
Catatan Kecil Tentang Tiga Buku
Buku apakah yang sangat berpengaruh dalam kehidupan saya?
Saya rasa cukup banyak. Tapi kalau boleh hanya menyebutkan 3, saya akan sebut: Javid Nama (Muhammad Iqbal), Apa Tugas Sastrawan sebagai Khalifatullah (A. Hasjmy) dan Totto Chan (Tetsuko Kuroyanagi). Ketiganya saya baca saat saya duduk di bangku SMP.
Kenapa buku tersebut berpengaruh bagi saya? -klik selanjutnya