Sepucuk surat kumuh terselip di antara tumpukan surat yang saya terima di meja kerja saya beberapa waktu lalu.
Siapa ya?
Surat itu dari Sulawesi Barat, salah satu provinsi termuda di negeri ini. Pengirimnya bernama Pochi. Pochi? Saya tersentak menerima surat enam halaman yang ditulis dengan cukup rapi itu. Tapi, saya tak merasa mengenal si pengirim surat.
Bunda memang belum mengenal saya. Eh, bolehkah saya memanggilmu bunda matahari?Saya Pochi, sekarang kelas III SMA.
Saya tersenyum. Surat-surat seperti ini kerap saya terima. Meski sangat ingin, tak semua bisa saya balas. Kadang ada yang hanya ingin berkenalan, curhat, sampai melamar pekerjaan. Tentu surat-surat ini sangat menyentuh hati.
Maaf ya kalau saya mengganggu bunda. Bayangan bunda tidak bisa hilang dari benak saya. Juga semangat yang bunda berikan, semua yang bunda katakan selalu terngiang….
Wah memangnya apa yang sudah saya katakan pada anak ini?
Ketika sampai pada paragraf ketiga yang ia tulis, tiba-tiba airmata saya menetes begitu saja. Mengalir menyelusuri pipi, tanpa bisa saya cegah.
Pertama kenal bunda, waktu bunda mengajar teman-teman saya di Bengkel Sastra di SMA I Poliwali. Tapi saya hanya bisa lihat bunda dari luar jendela, karena dari kelas dan sekolah saya sudah ada wakilnya. Sebenarnya saya kecewa tidak mendapat ilmu langsung dari bunda, terhalang oleh jendela. Meski begitu setiap hari saya datang dan ikut pelatihan menulis bersama bunda dari luar jendela…saya senang sekali, karena sangat banyak ilmu yang saya dapat…
Suatu hari saya ingin menjadi penulis baik hati seperti bunda ….
Airmata saya menetes. Ia mengikuti pelatihan itu dari luar jendela! Subhanallah. Yang mana? Ketika saya mengisi pelatihan penulisan cerpen di sana, kelas memang penuh. Saya sempat melihat beberapa wajah di balik jendela. Kebanyakan guru yang melintas, datang dan pergi…dan Pochi? Samar saya mengingat seorang gadis yang berdiri termangu di balik jendela. Matanya terus menatap saya, kemana saya melangkah. Apakah itu Pochi?
Pochi menulis banyak hal dalam suratnya. Tentang kehidupannya yang bersahaja di desa, tentang neneknya yang selalu menumbuk padi dengan lesung, untuk bahan jualan keesokan harinya, tentang guru-guru sekolahnya yang tak pernah ingin ia kecewakan, juga mengenai kegiatannya sepulang sekolah.
Saya dan beberapa teman mengelola taman bacaan kecil. Keciiiiil sekali. Namanya Jendela Dunia. Tapi di sini sedikit sekali orang yang mau datang membaca, Bunda… padahal gratis. Alhamdulillah kami tak pernah putus asa untuk mengajak orang membaca dan kelak menulis… Agar masyarakat kami bisa lebih cerdas lagi…
Ah, bunda…perjuangan kecil ini kadang terasa berat, namun kami tak ingin menyerah sedikit pun.
Pochi mengatakan bahwa tentu saja taman bacaannya kekurangan dana.
Tapi saya dan teman-teman tidak ingin minta uang dari bunda. Kami hanya ingin bunda mau menyumbang buku, beberapa saja, bunda.
Tentu saja, sayang. Saya akan menyumbangkan buku untuk perpustakaan mungil kalian nun jauh di sana. Ah, saya jadi ingat bagaimana tekad teman-teman Forum Lingkar Pena (FLP) di berbagai daerah saat mendirikan Rumah Cahaya (baCA dan HAsilkan karYA). Mereka juga minim dana dan harus merogoh kocek sendiri. Kegiatan seperti ini perlu perhatian yang lebih besar dari kita semua.
Bunda, terimakasih sudah menjadi guru saya. Saya belajar dari buku-buku bunda. Saya sering dibilang gila karena sangat terobsesi dengan membaca dan menulis. Teman-teman sering memanggil saya: Pochi, anak bunda Helvy yang gila. Tapi saya tak peduli. Saya akan terus melangkah dan menggapai cita-cita saya sebagai penulis. Saya yakin selalu banyak jalan menuju cita…ya meski kita seolah tak punya apa apa. Tekad, wawasan, dan hati yang besar, itu akan menjadi modal yang luar biasa, seperti yang bunda bilang…
Mata saya masih berkaca-kaca.
Di mana pun kamu berada, Pochi sayang, tetaplah semangat ya, jangan pernah menyerah! Dan kamu tahu,sayang? Sejatinya kamu bukanlah “murid” dari balik jendela. Bagi saya, kamu adalah guru kecil yang nyata, yang akan terus menerus menginspirasi saya dan orang-orang di sekitarmu.
O ya, saya cantumkan alamatmu ya, bila ada yang ingin menyumbangkan buku untuk Jendela Dunia: Yunianti (Pochi), Jl. A. Tomming No 13, Kel. Lamora, Poliwali Mandar, Sulawesi Barat.
Tetaplah bersinar, Pochi!