(Dede Cep Habibillah)
Semua bermula saat aku terlihat masih segar dengan seragam putih biru. Saat SMP dimana pita suara terkoyak dan suara terdengar nge-bass. Saat dimana ketertarikan pada si pemilik jilbab biru muda mulai muncul meletup-letup. Disinilah kadang aku merasa butuh tempat teduh dari sengatan panasnya lingkungan yang membahaya. Sosok yang bisa jadi panutan untuk dicontoh sangat dibutuhkan, yaitu sosok muda yang religius, cerdas, penuh empati, yang berani, punya karisma. Tapi sayang, sosok pemuda teduh yang dapat kujadikan contoh itu tak mewujud di sekitarku.
Tidak banyak anak menghabiskan waktu berdiskusi dengan Ayahnya. Berbeda dengan aku. Aku sangat suka berdiskusi terkait apapun dengan pria berkacamata yang kupanggil Bapak. Bapakku adalah sosok yang peduli, humble dan suka sekali bercanda. Aku sangat menyukai sikapnya yang selalu tampil apa adanya.