(Raidah Athirah)
Tujuh belas tahun silam, aku dan keluarga memutuskan untuk mengungsi ke tanah Maluku Kie Raha, Ternate meninggalkan tanah lahir Pela dan Gandong yang kala itu berada dalam kecamuk duka dan airmata akibat konflik SARA .
Perih membuka ingatan akan tragedi kemanusian yang memilukan.Terlampau perih, hingga seluruh tubuh terasa bergetar. Aku seperti berjalan ke masa lalu melihat darah dan tubuh-tubuh yang berserakan. Bunyi dentuman , gedung-gedung yang terbakar dan teriakan ketakutan terkadang muncul dalam ingatan. Hidup terisolasi dalam asrama 733 Ambon memunculkan putus asa, sampai kapan?
Saat itu aku telah memasuki masa remaja, berseragam putih biru. Konflik yang berkecamuk telah melahirkan ribuan anak putus sekolah. Aku berada dalam deretan angka itu. Kegilaanku pada pendidikan hampir membuatku tak waras. Tingkahku yang selalu duduk termenung dan bertanya kapan aku bisa kembali sekolah. Atas inisiatif almarhum Bapak, kami akhirnya menumpang kapal ke Ternate ketika masa konflik mulai mereda.