10 PUISI HELVY TIANA ROSA TENTANG KEMANUSIAAN (DUNIA ISLAM)

WhatsApp Image 2020-07-05 at 20.33.52

MATA YANG BERNYANYI

Bulan pasi
Kuseduh kepedihan dari dua cangkir kopi
Lalu matamu bernyanyi di mataku, Badi’,
“Dan kematian hanyalah jalan menuju keabadian.”

(Depok, 2015)

TAK ADA TAHUN BARU DI SURIAH

Tak ada ucapan apapun
yang pernah sampai lagi
di rumahmu yang poranda
sebab kata-kata telah diledakkan
mati terbaring di sini tanpa kepala
bersama jasad para saudara

Di negerimu kematian hanyalah persoalan
bagaimana kau dibungkam dan ditanam
begitu ringan seperti para tentara
membuang dan mengencingi nurani
dalam asbak raksasa

Di berbagai belahan dunia
tahun baru demi tahun baru
dirayakan dengan sorak sorai,
lengkingan terompet, Lampu sorot,
kembang api yang memuntahkan
rona di angkasa, busa yang melompat
dari botol sampanye, dan lagu auld lang syne
yang diulang-ulang, bercampur ceracau resolusi

Tapi bagimu, hidup sehari hari
adalah permainan petak umpet
dan kembang api
bersama para pembantai
berlari di deras hujan peluru,
gemuruh mortir, dan ceceran darah
mencoba tidur di antara
jasad yang terbongkar
dan kenangan paling nanah
sebab setiap suara dan gerak
hanyalah isyarat maut

Tak ada tahun baru di Suriah
tak ada lagi yang pernah
berulang tahun di sana
Semua berhenti kecuali kebengisan
bayonet, ledakan, debu mesiu
mencabik-cabik wajah renta dunia
dan kepedulian yang begitu gamang
geming, dan sendiri

(Depok, 31 Desember 2015)

SEMOGA BERSANDING DI SURGA

Aku melamarmu, Amira
di antara desing peluru, mortir,
dan roket malam itu
Biar kubersihkan serpihan beliung
yang menikam jiwamu
saat mereka lukai Palestina kita

Aku melamarmu, Amira.
Cinta akan tumbuh,
menjelma kebun mawar
dan kupukupu di matamu
Getar dan denyutnya adalah
kesetiaan menjaga masjidil Aqsha

Namun dalam perjalanan
menuju akad
sepuluh peluru tentara Israel
menembus tubuhku
Aku melayang nanar,
mendekap eraterat rinduku padamu
yang lebam terbentur waktu

Mereka bilang aku telah tiada, Amira,
tapi aku tak kemana mana.
Jangan menangis, atau patah
Selama kau memiliki Allah,
kau punya segalanya
Ketegaran ketulusan adalah senjata
Berjuanglah, Cinta;
langitkan doadoa,
jaga Al Aqsha

Aku melamarmu, Amira,
meski tak bersatu di dunia
semoga kelak kita
bersanding di surga

(Depok, 8 Desember 2017)

APAKAH SAMPAI PADAMU BERITA TENTANG MAHANAZI?

Kabar apakah yang sampai padamu tentang Palestina?

Apakah sampai padamu berita
tentang rumahrumah yang dihancurkan
tanahtanah meratap berpindah tuan,
bahkan manusia yang dibuldozer?

Apakah sampai padamu berita
tentang airmata yang tumpah
dan menjelma minuman sehari-hari
tentang jadwal makan yang hanya sehari sekali
atau listrik yang menyala cuma empat jam sehari?

Apakah sampai padamu
berita tentang kanak-kanak yang tak lagi berbapak
tentang ibu mereka yang diperkosa atau diseret ke penjara?
Para balita yang menggenggam batu
dengan dua tangan mungil mereka
menghadang tentara Zionis Israel
lalu tangan kaki mereka disayat dan dibuntungi

Apakah sampai padamu berita tentang masjidil Aqsha
di halamannya menggenang darah
dan tubuhtubuh yang terbongkar
Peluru yang berhamburan di udara
menyanyikan lagu kematian menyayat nadi
kekejaman yang melebihi fiksi
dan semua film yang pernah kau tonton
di bioskop dan televisi
Kebiadaban yang mahanazi

Tapi orangorang di negeriku masih saja mengernyitkan kening:
“Palestina? Untuk apa memikirkan Palestina?
Persoalan di negeri sendiri menjulang!”
Mereka bersungut-sungut tak suka
Membatu, tak jarang terpengaruh
menuduh pejuang kemerdekaan Palestina
yang membela tanah air mereka sendiri
sebagai teroris!

Duhai, maka kukatakan pada mereka:
Tanpa abai pada semua persoalan di negeri ini
Atas nama kemanusiaan: menyala-lah!
Kita tak bisa hanya diam
menyaksi pagelaran mahanazi
sambil mengunyah menu empat sehat lima sempurna
dan bercanda di ruang keluarga
kita tak bisa sekadar
menampung pembantaianpembantaian itu dalam batin
atau purapura tak peduli
Seorang teman Turki berkata:
mereka yang membatasi ruang kemanusiaan
dengan batasbatas negara
sesungguhnya belum mengerti makna kemanusiaan

Hai Amr Moussa tanyakan pada Liga Arab
belum tibakah masanya bagi kalian
bersatu, membuka hati, berani
berhenti mengamini nafsu Amerika
yang seharusnya kita taruh di bawah sepatu?

Hai Ban Ki Moon,
apakah Perserikatan Bangsa Bangsa itu nyata?
Sebab tak pernah kami dengar
PBB mengutuk dan memberi sanksi
pada mahanazi teroris zionis Israel
yang pongah melucuti kemanusiaan dan keberadaban
dari wajah dan hati dunia
Apakah kalian, apakah kita tak malu
Pada para syuhada flotilla, Rachel Corrie, Yoyoh Yusroh
dan George Galloway?

Karena sesungguhnya kita bisa melakukan sesuatu:
menyebarkan tragedi keji ini pada hatihati yang bersih,
memberi meski sedikit apa yang kita punya
dan mendoakan Palestina

Apakah sampai padamu, berita tentang mahanazi itu?
Tentang Palestina yang bersemayam kokoh
di hati mereka yang diberi kurnia?

Seperti cinta yang tak bisa kau hapus
dari penglihatan dan ingatan,
airmata, darah, dan denyut nadi manusia
Lawan Mahanazi!

(Jakarta, 2011)

RAZAN

Razan
bagaimana aku memulai kisahmu

Detak rindu yang tumbuh
dari bukitbukit matamu
menyeruak jauh menembus dinding pulazi,
melewati perbatasan Gaza, Palestina

Razan
kilau keberanian dan ketulusan
dua puluh satu tahun di jubah putihmu
telah memperpanjang napas cinta
dunia yang kian sekarat.
Adakah yang pernah kau lakukan
selama hidupmu,
selain menolong sesama?

Tapi peluru para sniper zionis
tak pernah kenal wajah kemanusiaan
atau kebaikan.
Bengis mereka bidik
bukan hanya jantung
para pejuang tanah airmu,
namun tanpa malu mereka bantai
para bocah, jurnalis,
atau relawan medis sepertimu

Razan
apa yang harus kuucapkan tentangmu?
Aku merasakanmu

Ketika kau terkapar hari itu di Khan Younes,
aku menangis sesenggukan di kamarku
Parau memanggil manggil namamu
dalam ketidakberdayaan,
sambil mengutuk penembak itu,
Netanyahu, Trump dan entah siapa

Tiba tiba kucium aroma langit
para bidadari
Di sudut sepi,
puisi puisiku rebah berlumuran darah,
mendekap tubuhmu yang kesturi

(Depok, 3 Juni , 2018)

NYANYIAN DUKA TURAKHAN MUSLIME
Uighur

Musim musim kami adalah kengerian
resah yang berdarah
nyeri yang tanpa henti
menerkam mata dan jiwa
rumahrumah dan tubuh
menjelma ladang perburuan
ketika menjadi muslim adalah satu-satunya
kesalahan kami

Kami dilarang memberi bayi kami
nama-nama terindah
Kami tak bisa mengecup ramadhan
dengan keindahan lapar dan dahaga kami
Kami disumpal khinzir, dijejali alkohol,
Janggut dan hijab kami mereka tanggalkan
Masjid masjid dirobohkan, Al Quran dibakar
Mereka paksa kami menikah
dengan yang paling tak beragama

Di sini kabar sehari hari adalah
kehilangan ayah, ibu, anak dan saudara
Kami hanya rakyat tanpa sejata
yang entah mengapa dituduh
teroris atau ekstremis
Barisan tentara akan menjemput kami
masuk ke kamp kamp konsentrasi
yang mereka sebut kamp re-edukasi
untuk kemudian tak pernah kembali
atau pulang dengan identitas
baru yang saru,
menjauhkan kami dari rindu
Yang Satu

Disetrum, dipukul, ditusuk, disayat, diiris, disetrika,
dibebat, dicabut, diperkosa
disterilkan, dibakar, atau dilenyapkan
dengan cara paling barbar,
hidup kami adalah perayaan genosida
di depan mata dunia
ketika menjadi muslim adalah satu satunya
kesalahan kami

Arahkan telinga dunia untuk mendengar kami
Jangan biarkan kami sendiri
Arahkan mata dunia menatap kami
Jangan biarkan kami sendiri
Dimanakah mereka yang selalu bicara HAM dan demokrasi
Dimana bangsa-bangsa muslim yang besar
apakah nurani telah terpenjara
di balik tembok besar kepentingan ekonomi
hingga bungkam menjadi jawaban
atas rangkaian kebiadaban?

Kami tak ingin apapun
Kami hanya ingin bebas menjalankan agama kami
yang penuh kedamaian
Tapi hidup kami kini adalah perayaan genosida
di depan mata dunia
ketika menjadi muslim adalah satu satunya
kesalahan kami
satu satunya kesalahan kami

(Jakarta, 21-12-2018)

PUISI UNTUK SEORANG IBU YANG MENDOBRAK PULAZI

(Untuk Yoyoh Yusroh)

Seperti mendengar lagi namamu
dibawa angin ke berbagai benua
berdenyar di nadi-nadi waktu
Matahari yang leleh memahat langkahmu
yang tak pernah lelah
sebagai jejak cahaya
pada musim-musim airmata dan darah

Adakah ibu yang hidupnya tanpa istirah selama itu?
Mendobrak pulazipulazi yang tumbuh dari kelaliman
melipatnya dalam sapu tangan bunga
yang kau pakai
untuk mengusap keringat kanak-kanak Palestina

Hidup bagimu adalah mengabdi Illahi
dan perjuangan membahagiakan sesama
dari rumah tangga hingga ke tingkat dunia
Tak seperti yang lain, politik adalah jalan
yang kau luruskan sepenuh cinta

Kau terus menebar maslahat, Ibu
tanpa menghitung, tanpa hirau posisi di dunia
namun kau, sering tak bisa pejamkan mata
sebab resah memikirkan tempatmu kelak di akhirat
padahal engkau adalah orang yang selalu
bersandar pada Alquran

Oh ibu Indonesia, ibu Palestina, Ibu segala benua
Kau embun yang menetes di lara dunia
dalam ada dan tiada
menjelma binar kekal
di pucuk-pucuk semesta cinta…

(14 Agustus 2011)

HAYYA

Tangan mungil itu
menggenggam batu
sepasang matanya sendu
menebas rindu
berlari lintasi pilu, hujan peluru
menerjang semua gemuruh,
tak tahu kemana harus berteduh
atau mengadu

Hayya kuatkanlah,
Kelopak mata semesta
telah terbuka
meneteskan doa doa

Hayya bertahanlah,
takkan kubiarkan kau
mendekap lara sendiri
di beranda Al Aqsha

( Jakarta, 8 Desember 2018)

UNTUK PALESTINA DARI SAUDARAMU INDONESIA

Lautan manusia bergerak berderap,
memahatmu dalam ingatan yang berkarat
tentang sebuah tanah yang dirampas,
dijajah, dibelenggu diblokade
Tanah nan kian darah kian nanah
namun kami cinta hingga surga

Wahai Palestina!
Tak akan pernah ada yang mampu
menghapus namamu
dari pikiran dan sanubari kami
Tak seorang pun bisa
halangi kami membelamu
apalagi cuma lalat
bernama Trump dan Netanyahu
yang dengan pongah mencabik
dan mencacah nurani dunia

Wahai Palestina
Kami di sini tapi percayalah,
kami akan selalu bersamamu
Kami mendoakanmu,
akan terus kami tambah
dengan doadoa lain
sampai ke petala petala langit
Kami kirim sebagian rezeki kami,
akan terus kami kirim
meski tak seberapa
dibanding deritamu

Kami akan lakukan apapun
untuk membebaskanmu dari
kebiadaban teroris zionis Israel,
bahkan jika itu berarti
harus antarkan nyawa kami
di berandamu.

( Jakarta, 2016)

PALESTINA, INILAH INDONESIA BERSAMAMU!

Inilah negeri kami Indonesia,
negeri dengan penduduk lebih dari seperempat milyar
dan kami bersama Palestina

Seperti mendengar dengung suara lalat
di sudut kecil jauh dari nurani,
samar sampai ketakrelaan sebagian orang,
akan uluran tangan kami bagi Gaza, bagi Palestina.
Mengapa Indonesia harus membela Palestina?
Mengapa kami bersama Palestina?
Senarai alasan yang bila terurai
tak kan membuatmu sanggup
merahasiakan airmata
Tapi baiklah, kami beri tiga alasan di antaranya

Pertama, kami bersama Palestina
karena kami rakyat Indonesia.
bangsa yang menentang segala bentuk imperialisme
Tiga setengah abad dalam penjajahan,
dengan tinta nyata darah para pahlawan kami
kami tulis tegas dalam mukadimah konstitusi,
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa
dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia
harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan.”
Kami bukan semata bicara tentang
penghapusan penjajahan di negeri kami, tapi dunia.

Dan Palestina, oh negeri mulia tempat para anbiya,
satu-satunya di dunia yang dirantai kolonialisme,
di sana para tentara zionis Israel
menggelar parade kebiadaban;
pengusiran, penyiksaan, pemerkosaan, pembunuhan,
sebagai santapan sehari-hari di galeri mata dunia,
dengan korban terbanyak para wanita
dan bocahbocah tak berdosa.

Proklamator kemerdekaan kami Soekarno
pernah berkata, “Jangan sekali-kali melupakan sejarah!”
Oh Syekh Muhammad Amin Al Husaini, mufti besar Palestina,
6 September 1944, lewat Radio Berlin berbahasa Arab
mengucapkan dukungan atas kemerdekaan Indonesia,
Bersama Mesir, Palestina melobi, mendesak negara-negara Arab
menjadi pendukung pertama kemerdekaan Indonesia.

Oh,Muhammad Ali Taher, saudagar kaya Palestina itu
menyerahkan semua uangnya di Bank Arabia.
“ Saya tak memerlukan tanda bukti pemberian ini.
Terimalah semua kekayaan saya
untuk memenangkan perjuangan Indonesia.”
Maka bagaimana bisa kami tak membelamu kini, Palestina?
“Kemerdekaan kita tak lengkap tanpa kemerdekaan Palestina,”
ujar Mandela suatu saat.

Dan tahun 1962, Soekarno pemimpin besar kami,
salah satu idola para pemuda Palestina hingga kini—
berkata; “Selama kemerdekaan bangsa Palestina
belum diserahkan kepada orang-orang Palestina,
maka selama itulah bangsa Indonesia
berdiri menentang penjajahan Israel!”

Di tengah gejolak derita tak terbayangkan,
rakyat Palestina cepat ulurkan tangan
saat negeri kami terkena bencana,
“Indonesia, saudara kami! Saudara kami!”
mereka kirim doa doa paling kesturi
dan apa yang mereka punya bagi
korban tsunami di Aceh, gempa di Mentawai, Yogyakarta
hingga banjir Jakarta
Maka Kami Indonesia belajar dari Palestina
tentang kepedulian yang siaga diasah tanpa jeda!

Dan kau masih saja bertanya,
mengapa kami bersama Palestina?
Inilah alasan kedua,
Kami bersama Palestina karena kami muslim,
karena kami bangsa muslim terbesar di dunia
Kami rindukan Al Aqsha, masjid ketiga termulia
setelah masjidil Haram dan Nabawi
Dari Al Aqsha, Rasulullah Muhammad SAW
mi’raj hingga Sidratul Muntaha
Kini bahkan kaum muslimin
dilarang sholat didalamnya,
Kiblat pertama ummat itu ditutup,
dirusak, dicemari, dinistakan,
dikangkangi kepongahan para zionis.
Bagaimana bisa kami membiarkanmu ya, Al Aqsha?
Bagaimana bisa kami terdiam
melihat saudara-saudara kami,
tubuh-tubuh kami sendiri dibantai
dan dibongkar di pelataranmu ya, Al Aqsha

Wahai Umar bin Khatab, Wahai Sholahudin Al Ayyubi
sorot mata yang menorehkan luka panjang
di lorong-lorong Al Aqsha,
terowongan yang digali oleh tangan tangan mujahid,
batubatu yang beterbangan
telah memantik nyala abadi di dada kami,
Tiap muslim adalah nadi bagi yang lain.
Kita harus membantu mereka yang sengsara,
dengan sejuta daya; di pelosok negeri ini sendiri,
di Palestina, Suriah, Myanmar,
hingga ujung dunia yang entah.

Dan kau masih belum juga berhenti bertanya,
mengapa kami bersama Gaza?
Mengapa kami bersama Palestina?
Inilah alasan ketiga kami,
yang seperti anak panah berlari menuju nuranimu:
Kami bersama Palestina karena kami manusia!
Seperti kata Pemimpin Turki; Erdogan,
“Tak perlu menjadi muslim untuk membela Palestina.
Cukup kau menjadi manusia!”
Maka segala yang buta akan menatap,
segala yang papa akan bergerak membela.

Sebuah negeri yang dienyahkan dalam peta berulangkali,
dengan penduduk yang diblokade
puluhan tahun dalam pulazi,
listrik yang sering tak nyala,
sumur-sumur diracuni,
makanan sekadar sisa yang kerap tiada,
rumah-rumah tak henti dibuldozer,
sekolah sekolah dan rumah sakit yang dibom,
pesawat tempur tanpa istirah melintasi,
para sniper mengintai,
hujan mortir di beranda hari,
para lelaki disiksa dan digiring
ke penjara setiap saat,
para wanita yang diperkosa,
kanak-kanak yang ditembaki saat bermain bola,
para pejuang kemerdekaan yang dituduh teroris
karena membela negeri mereka sendiri.
Para zionis penjagal ribuan nyawa,
yang terkekeh-kekeh melihat dunia diam
dalam ngilu dan gigil panjang.
Meski suara Liga Arab nyaris tak terdengar
meski mulut PBB terkunci
meski Presiden Negara adidaya itu
masih mencari-cari nurani
di antara teriakan HAM dan demokrasi
yang ia kumandangkan sendiri
Kami tegaskan sekali lagi:
Karena kami rakyat Indonesia
Karena Kami bangsa muslim terbesar di dunia
dan karena kami manusia!
:Gaza, Palestina! Inilah kami Indonesia bersamamu!

(Puisi ini ditulis beberapa saat sebelum dibacakan di acara penggalangan dana Palestina yang diadakan JSIT dan KNRP, Jumat, 22 Agustus 2014)

2 Comments

Filed under Karya, Lainlain, Puisi

2 responses to “10 PUISI HELVY TIANA ROSA TENTANG KEMANUSIAAN (DUNIA ISLAM)

  1. Pingback: Tidak Ada (Solidaritas) Perempuan dalam “Yuni” – Islam Bergerak

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s