- Uyghur
Musim musim kami adalah kengerian
resah yang berdarah
nyeri yang tanpa henti
menerkam mata dan jiwa
rumahrumah dan tubuh
menjelma ladang perburuan
ketika menjadi muslim adalah satu-satunya
kesalahan kami
Continue reading
Musim musim kami adalah kengerian
resah yang berdarah
nyeri yang tanpa henti
menerkam mata dan jiwa
rumahrumah dan tubuh
menjelma ladang perburuan
ketika menjadi muslim adalah satu-satunya
kesalahan kami
Continue reading
Seperti film yang diputar dalam gerakan-gerakan lambat, begitulah saya melihat diri ini 26 tahun lalu.
2 April 1988, saya duduk di kelas II SMA, hampir naik kelas III.
Aku menyebutnya lelaki semesta. Ialah kesejukan itu. Di matanya aku melihat telaga tempat segala berada, juga kebenaran. Kedua tangannya selalu terbuka untuk menyambut dan menghibur mereka yang datang membawa duka. Bibirnya selalu tersenyum dan kau akan mendengar nada-nada indah setiap kali ia menyebut kuasa Illahi. Parasnya biasa namun kewibawaan terpancar dari keluasan hati dan pandangannya. Sejak dulu jubah putihnya senantiasa berkibar ditiup sepoi angin saat ia berjalan mengelilingi desa. Ia memelihara janggutnya yang sekepalan tangan itu dengan rapi. Setiap bersama-sama menghadap Allah di surau, aku mendengar suaranya bergetar memimpin jamaah. Saat usai shalat tak pernah mata dan janggutnya tak basah.
Puisi “Fisabilillah” karya Helvy Tiana Rosa menjadi Juara ke III Lomba Cipta Puisi Islam Tingkat Nasional yang diadakan Yayasan Iqra, 1992 dengan Juri: HB Jassin, Sutardji Calzoum Bachri, Hamid Jabbar dan Jose Rizal Manua. Puisi ini terdapat dalam buku Mata Ketiga Cinta (ANPH, 2012).
Adew Habtsa dan Rekan yang membawakannya merupakan Juara II Lomba Musikalisasi Puisi Helvy 2014.
Saya paling jarang bercerita tentang Papa. Tapi banyak orang mengatakan dari semua anaknya, sayalah yang paling mirip dengan papa. Apanya? Kata mereka dari segi wajah, gaya dan bakat. Ah apa iya?
Ini musikalisasi puisi dadakan, tanpa persiapan. Yang nyanyi suaranya sangat minimalis pula…:)
SKETSA
Meranggas darahku meranggas
dan bumi kering
langit pias
laut kita mati