Setiap kali bangun tidur di pagi hari, gadis itu akan selalu menemukan seorang pria mengasah belati di ujung tempat tidurnya. Pria yang sama, dengan gerakan yang sama. Mata mereka akan saling menatap sesaat, lalu pria itu akan meneruskan mengasah belatinya, tanpa berkata sepatah kata pun. Ia muncul begitu saja, dan seperti biasa, lelaki itu akan pergi tiba-tiba juga, entah keluar lewat pintu atau jendela yang mana.
Continue readingTag Archives: sastra
Di Jurang Puisi
DI JURANG PUISI
I
Menampung rindu dari hari ke haru,
Menanggung resah yang berlarian hingga jantung,
Jarum jarum hujan menikam mata kita
Katamu tak apa karena duka cuma
museum kebahagiaan
yang retak dan pecah di dada kita
II
kita pun saling meninggalkan
menanggalkan semua kenangan yang hinggap
dan meleleh di dahi musim
Sejak saat itu kutemukan diriku yang beku
terperangkap dalam kulkas
berisi puluhan kilogram puisi puisi
setengah jadi
III
tanpa peta aku kembali ke sini:
jalan raya yang terbuat dari parasmu
Katakata canggung, waktu gugu
Bagaimana kau menerjemahkan kekosongan?
IV
Ini malam tak ada jejak
yang membaca cinta.
rindu siapa nganga
di jurang puisi?
Ada Uang 50 Ribu-ku di Film Ketika Mas Gagah Pergi
“Bunda, Bunda Helvy!”
Saya menoleh.
Seorang remaja malu-malu setengah berlari, mendekati saya di antara kerumunan orang, siang itu di salah satu tempat di pelosok Jawa Barat. Saya baru saja selesai mengisi ceramah tentang pemuda dan kegiatan menulis di sana. Panitia tengah berusaha “mengamankan” saya untuk istirahat makan dan sholat.
“Boleh saya titip ini?” tanyanya masih malu-malu, sambil mengejar langkah saya.
Begitu Indah Cara Allah Mencintaimu
(Untuk Mas Pepeng)
Sungguh indah cara Allah mencintaimu
Ia menghadirkanmu ke dunia
lewat rahim seorang ibu yang bersahaja,
dan kekal dengan tawakkal
Ibu yang menjadikan anak sebagai sahabat,
guru dan matahari
ibu yang sanggup hadirkan
sosok dan petuah ayah yang tiada lewat cerita
Ketika Mas Gagah Pergi
Ketika Mas Gagah Pergi (KMGP) adalah sebuah cerita remaja yang pertamakali saya tulis dalam bentuk cerpen sebagai tugas mata kuliah Sastra Populer 1992 di Fakultas Sastra UI. Mengapa saya menulis kisah ini?