YANG PUISI
(1)
Aku menulis puisi
sebab puisi paling fasih mengucap sepi,
paling kilau menerjemahkan perih
dan sempurna menggemakan cinta
YANG PUISI
(1)
Aku menulis puisi
sebab puisi paling fasih mengucap sepi,
paling kilau menerjemahkan perih
dan sempurna menggemakan cinta
MERAYAKAN KEHILANGAN
Kau pun pergi sambil menjinjing
sekantong plastik kenangan kita
yang belum ranum
“Jangan menangis,” sepi datang
mengecup mataku. “Aku akan selalu
di sini,” jemarinya membelaiku
Dan kami sekali lagi
berjalan bergandeng tangan
merayakan kehilangan
(1 September 2016)
CINTAMU PADAKU
Cintamu padaku
adalah kerinduan waktu
memeluk bisu di batu-batu
saat gerimis jatuh
Cintamu padaku
adalah ketabahan matahari
tatkala menumbuhkan mawar
di nadi sunyi
Cintamu padaku
adalah keindahan purnama
kala meneteskan cahaya
pada lara
LELAKI PUISI
Siapakah yang lahir
dari jari jemari puisi
yang memetik waktu
di taman kenangan?
Kau hanya tersenyum menatapku
sambil membujuk huruf huruf itu
untuk terus i’tikaf
lalu bait-bait menjelma udara
melintasi hari-hari yang surga
(Jakarta, 2012)
MATA YANG BERNYANYI
(Depok, 2015)
KEUMALAHAYATI
Aku perempuan badai
tubuhku adalah senjata
laut merah biru
yang memburumu
Aku perempuan badai
tentara terbaik Mahad Baitul Maqdis,
komandan utama pasukan istana
suamiku mati, anak-anakku terbunuh,
tapi air mataku cuma sunyi
Maka seratus kapal lepas dari rahimku
berlayar membawa seribu janda
seribu gadis pemberani.
jiwa-jiwa merah sagaku bertarung
ditempat paling karib itu; samudra
SAJAK FEBRUARI
1
cinta adalah rasa
yang kuucap dalam setiap desah
dan cuaca
tak sampai-sampai getarnya padamu
Musim musim kami adalah kengerian
resah yang berdarah
nyeri yang tanpa henti
menerkam mata dan jiwa
rumahrumah dan tubuh
menjelma ladang perburuan
ketika menjadi muslim adalah satu-satunya
kesalahan kami
Continue reading